Sekarang, Indonesia rupanya sedang bingung saat menentukan apakah akan menstop penebangan hutan yang faktanya sudah tinggal sedikit, ataukah dengan menanam sebanyak-banyaknya sehingga pada saatnya nanti, tiba-tiba saja Indonesia kaya dengan hasil hutan. Menarik, bukan?
Perlu disadari, bahwa untuk menghasilkan luasan hutan dengan density(kepadatan) pohon seperti di Kalimantan, Sumatra dan Papua pada beberapa masa lalu sangat susah. Hal ini dibatasi dengan kemampuan tumbuh pohon, lingkungan, iklim, dan kemampuan adaptasi pohon.
Berbeda dengan dunia pertanian, seorang petani dengan tanaman padi kualitas unggul, dewngan perawatan yang baik dan lingkungan iklim sekitar yang memadai akan menghasilkan bulir padi yang dapat dipanen 3 bulan. bandingkan dengan pohon yang dalam pertumbuhannya memerlukan asupan yang lebih banyak karena harus memadatkan batang kayunya. Untuk itu, suatu spesies pohon kehutanan hanya mampu dipanen minimal 5 tahun sekali. Artinya pohon baru bisa ditebang 5 tahun setelah menanam. Sebagian besar spesies malah lebih lama. Contohnya jati yang umumnya baru bisa dipanen pada umur 30-50 tahun, tergantung pada tingkat kesuburan tanah tempat tumbuh (bonita). Maka, perlu cara yang cerdik agar negara ini bisa menjadi penghasil kayu terbesar dalam waktu yang relatif singkat.
Tapi apa tidak mustahil?
Tidak mustahil jika kita terus berpikir cara terbaiknya. lalu sekarang, apa yang kita lakukan? Jawabnya tidak ada cara lain selain penanaman. Ini yang menarik. Di dunia yang serba instan ini, semua kita harapkan bisa kita dapat secara instan. Untuk menyelesaikan masalah ini, cara yang harus kita pakai hanya cara tradisional, penanaman. Tapi tekniknya harus sudah modern. (Tradisional tetapi modern). Tradisional karena kita harus repot-repot menanam, namun teknik modern, sesuai dengan kebutuhan.
Penanaman harus dilakukan besar-besaran. Bisa saja akan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Mungkin lebih baik diadakan Tahun Menanam 2011 agar program ini sukses. Dengan adanya program ini, masyarakat di harapkan dapat berpartisipasi menanam dan memelihara pohon (kemudian disebut Pohon Asuhan). Pohon yang ditanam adalah pohon Fast Growing Species (yang cepat tumbuh), misalnya jabon, sengon, acacia, dll. Dengan begitu, pada +- 5 tahun kemudian, dapat kita bayangkan berapa banyak pohon yang akan kita hasilkan bersama.Bekerja bersama itu sangat mengasyikkan. Ibarat kita berpuasa Ramadhan, semua kaum muslim berpuasa sehingga puasa itu seperti hanya kebiasaan saja.
Untuk langkah selanjutnya, perlu adanya program lanjutan. Saat pohon siap tebang (masa daur pohon), maka diperlukan industri terkait. Untuk kayu sengon dan jabon, industri yang bisa kita lirik misalnya industri pulp, industri papan partikel, veneer, dll. Produksi dapat dilakukan secara besar besaran. Setelah itu, hasilnya akan kembali kepada kita berupa uang pembelian ataupun produk, tanpa impor.
Dengan adanya program berkelanjutan seperti ini, akan ada beberapa keuntungan :
1. Negara Indonesia dapat dikenal sebagai negara penghasil kayu terbesar di dunia.
2. Negara Indonesia dikatakan sebagai penyelamat lingkungan karena telah membuat hijau seluruh Indonesia, juga mengurangi emisi karbon dunia.
3. Masyarakat memiliki modal dan pekerjaan yang berlimpah. Dengan adanya penanaman pasti banyak pekerjaan baru yang akan menggaji mereka.
4. Munculnya industri-industri perkayuan yang juga akan menambah mata pencaharian masyarakat.
5. Keuntungan dari pohon asuhan yang cukup besar, kemiskinan otomatis berkurang!
6. Mendidik anak-anak Indonesia menjadi peduli lingkungan.
7. Devisa dari ekspor kayu.
Kerugian :
1. Pohon yang ditanam bisa merusak ekosistem yang ada (karena kemampuan tumbuhnya lebih cepat dari pohon hutan alam).
2. Bisa ada serangan hama dan penyakit terhadap pohon (perlu ahli kehutanan.^_^)
3. Pencurian kayu (dapat diminimalisasi karena dijaga oleh masyarakat)
4. Pemerintah harus bekerja ekstra karena harus melakukan sosialisasi (Itulah fungsi mereka, toh!).